Download Drakor LOVE NEXT DOOR Sub indo Eps 1-16

Details Drama: Love Next Door Country: South Korea Genres: Comedy, Romance Episodes: 16 Airs: Aug 17, 2024 – Oct 6, 202 Airs On: Saturday, Sunday Original Network: tvn Duration: 1 hr. 10 min. Cast Jung Hae In Jung So Min Kim Ji Eun Yun Ji On Download disini : Episode 1   :  360p-Hardsub indo     480p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 2   :  360p-Hardsub indo     540p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 3   :  360p-Hardsub indo     480p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 4   :  360p-Hardsub indo     480p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 5   :  360p-Hardsub indo     480p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 6   :  360p-Hardsub indo     540p-Hardsub indo     720p-Hardsub indo Episode 7   :  360p-Hardsub indo     480p-Ha...

Gejala depresi pada anak dan solusinya


Pendahuluan
Depresi adalah suatu gangguan kedaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apati, pesimisme, dan kesepian1. Keadaan ini sering disebutkan dengan istilah kesedihan (sadness), murung (blue), dan kesengsaraan2.
Gangguan alam perasaan (mood atau afek) pada anak dan remaja semakin dikenali sehingga insiden depresi meningkat secara dramatis dalam 40--50 tahun terakhir ini3,4. Depresi pada anak dan remaja jarang dikenal di Amerika Utara sebelum 1970, karena anak dianggap terlalu muda untuk mengalami yang berhubungan dengan depresi atau alam perasaan, rasa bersalah, dan percaya diri yang rendah. Di Amerika, penyakit ini dilaporkan telah mengenai beribu-ribu anak di bawah usia 18 tahun5. Remaja diharapkan dapat melalui periode ketegangan dan badai kehidupan (storm and stress) yang ditandai dengan perubahan alam perasaan sebagai bagian dari perkembangan normal6.
Selama beberapa generasi, telah diketahui bahwa kesedihan dan keputusasaan dapat juga terjadi pada anak dan remaja, tetapi konsep tentang gangguan alam perasaan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat diterima secara umum7. Sejak awal 1980-an, baru disadari bahwa anak juga dapat mengalami depresi secara klinis. Penyakit depresi pada anak dapat dikenali dan dapat berlanjut berakibat fatal di kemudian hari ketika anak menjadi dewasa. Penyakit ini dapat diobati seperti penyakit lainnya dan hasil pengobatan akan lebih efektif bila diketahui serta ditangani sejak dini5. Gejala depresi pada masa remaja merupakan prediksi yang kuat untuk timbulnya depresi pada masa dewasa kelak8. Jumlah penderita anak laki-laki dan perempuan hampir sama. Usia rerata serangan awal semakin menurun. Pada usia remaja, perempuan lebih sering berulang dan kejadiannya dua kali lipat dibanding dengan anak laki-laki, serta lebih dari separohnya dilaporkan pernah berulang dalam kurun waktu 7 tahun3.
Kasus depresi pada anak sebenarnya banyak, tetapi sering tidak terdiagnosis (underrecognised)9, karena tidak semua penderita mengeluh sedih10. Insiden anak prapubertas diperkirakan 1,5--2,5% dan menjadi 4--5% pada masa remaja11. Dalton dan Forman12 melaporkan insiden gangguan depresi berat pada anak prapubertas 1,8%, remaja 3,5--5%, dan anak perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Kashani et al (1981)2 melaporkan 7% dari pasien umum anak adalah penderita depresi. Lebih dari separoh pasien psikiater anak dan remaja merupakan penderita depresi9.
Klasifikasi gangguan depresi sangat bervariasi. Dahl dan Brent11 membagi gangguan depresi dalam 3 kategori, yaitu:
  1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder) Perasaan sedih selama 2 minggu, jemu, atau lekas marah (irritable) disertai 4 gejala lain menurut kriteria DSM-IV.
  2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) Suatu bentuk depresi yang lebih kronis (paling tidak 1 tahun) tanpa ada bukti suatu episode depresi berat. Dahulu disebut depresi neurosis.
  3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder).Adanya perubahan alam perasaan berupa mania atau hipomania.
Dalam tulisan ini dibahas diagnosis gangguan depresi berat pada anak dan remaja, sedangkan terapi hanya disinggung secara sepintas.
Etiologi
Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan dengan dasar penyebab yang sama7. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
  1. Faktor genetikMeskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik2,12-14 mempunyai peran terbesar15. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat7,13
    Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%2,13. Pricer (1968) dan Bertelsen et al (1977) melaporkan hasil yang hampir sama. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti14. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan13.
  2. Faktor SosialDilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak7. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi13. Levitan et al (1998)16 dan Weiss et al (1999)17 melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.
    Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik18.
  3. Faktor Biologis lainnyaDua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolnergik, sementara dopamin secara fungsional menurun19.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gambaran klinis yang tampak pada anak dipengaruhi oleh usia dan pengalaman psikologis anak. Hingga usia 7 tahun, umumnya anak belum dapat mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata, tetapi hanya dengan tingkah laku2,3. Komunikasi verbal anak yang belum berkembang akan mempersulit diagnosis depresi pada anak sebelum usia 7 tahun. Komunikasi non-verbal seperti ekspresi wajah dan postur tubuh dapat membantu menegakkan diagnosis depresi pada anak yang lebih muda. Anak yang lebih muda akan menunjukkan fobia, gangguan cemas perpisahan, keluhan somatik, dan perubahan tingkah laku.
Semakin meningkat usia anak, semakin meningkat keluhan anhedonia, variasi diurnal, keputusasaan, retardasi psikomotor, dan halusinasi. Menurut Ryan et al (1987), gambaran depresi pada anak yang menonjol adalah keluhan somatik, agitasi psikomotor, cemas perpisahaan, dan fobia, sedangkan pada anak remaja adalah anhedonia, hipersomnia, putus asa, perubahan berat badan, dan penyalahgunaan obat2,7. Pada anak dengan depresi psikotik, gambaran klinis yang lebih dominan adalah halusinasinya, sedangkan pada anak remaja dan dewasa delusinasinya3.
Tanda eksternal depresi pada anak dan remaja:
  1. Usia prasekolah atau awal sekolah dasarAnak kelihatan seperti sakit serius, tidak bersemangat, lekas marah (irritable), bersedih seperti sedang mengalami frustrasi, bahkan dapat sampai mencederai dirinya sendiri3.
  2. Usia akhir SD hingga remajaAnak memperlihatkan gangguan tingkah laku, bermasalah dengan teman, dan penurunan prestasi belajar. Kadang-kadang bertingkah laku agresif, lekas marah (irritable), dan berbicara tentang bunuh diri3.
Orangtua remaja mengeluh bahwa anak benci apa saja, termasuk dirinya sendiri3, sering merokok, minum alkohol, dan menyukai pergaulan bebas dengan tingkah laku yang penuh risiko11. Depresi pada anak dapat dipicu oleh penganiayaan fisik atau seksual, terutama bila anak dengan riwayat keluarga depresi11,16,17.
Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya20. Untuk mendiagnosis depresi pada anak, dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan penderita dewasa. Dalam proses menegakkan diagnosis depresi, harus dilibatkan kedua orangtua dan anak itu sendiri. Orangtua anak hanya melaporkan tanda luarnya saja, seperti lekas marah (irritable), prestasi sekolah menurun, menyingkir dari kegiatan sosial atau aktivitas yang menyenangkan, dan anak lebih merasakan tanda dalam (inward sign) seperti perasaan yang tertekan, rasa bersalah, rasa tak berharga, dan pikiran bunuh diri11,13.
Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 1994 fourth edition)21 tertera pada lampiran 1. Dikatakan gangguan depresi berat bila sedikitnya ada 5 gejala selama priode 2 minggu pegamatan yang disertai perubahan fungsi berupa:
  1. Alam perasaan terdepresi atau mudah tersinggung, atau
  2. Hilangnya minat atau kesenangan, desertai sedikitnya 4 gejala berikut:
  3. Anak gagal mencapai BB yang diharapkan;
  4. Insomnia atau hipersomnia tiap hari;
  5. Retardasi psikomotor atau agitasi;
  6. Kelelahan atau kehilangan tenaga setiap hari;
  7. Rasa tidak berdaya atau rasa bersalah yang tidak wajar;
  8. Tidak mampu berfikir atau berkonsentrasi;
  9. Fikiran akan kematian yang berulang (recurrent).
Gejala tersebut harus menimbulkan ganggauan sosial atau akademik dan bukan efek langsung alkohol atau kondisi medis umum, misalnya hipotiroidisme. Diagnosis depresi berat tidak dapat ditegakkan dalam 2 bulan setelah kehilangan seseorang yang dicintai, kecuali jika ditemukan gangguan fungsional yang nyata, rasa tidak berharga, ingin bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi prikomotor7,21.
Diagnosis Banding
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris lainnya14. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta gangguan penyesuaian10. Keadaan seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Karenanya, pengetahuan tentang perkembangan anak normal dan penyakit fisik dengan manifestasi psikiatris sangat diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosis yang akurat.
Anak prasekolah yang menunjukkan gejala depresi perlu dievaluasi kemungkinan adanya suatu keganasan, child neglect/abuse, gangguan cemas perpisahan, dan gangguan penyesuaian diri dengan alam perasaan (mood) terdepresi.
Anak prapubertas diagnosis bandingnya mencakup gangguan cemas perpisahan, gangguan cemas yang amat sangat (overanxious disorder), dan gangguan konduksi. Anak remaja juga perlu dibedakan dari penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia2,13. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder. Diagram pada lampiran 2 dapat membantu menegakkan diagnosis depresi berat19.
Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau ketergantungan obat7,10,20. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat jalan11. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan pada anak, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi anak dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah5.
  1. PsikoterapiPengobatan populasi depresi pada umumnya bersifat multi modal, termasuk anak, orangtua, dan sekolah untuk memperpendek episode depresi22. Pada anak terdepresi, pengembangan kognitif dan emosi merupakan intervensi psikoterapetik yang harus dibangun. Beberapa pendekatan psikoterapi berbeda yang digunakan telah menunjukkan hasil, seperti2,13:

    1. Psikoterapi perorangan (individual psychotherapy)
    2. Terapi bermain (play therapy)
    3. Terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy)
    4. Terapi tingkah laku (behavioral therapy)
    5. Model stres hidup (life stress model)
    6. Psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy)
      Hurrington et al (1998)23 mengatakan bahwa terapi tingkah laku kognitif memberikan hasil baik pada depresi ringan sampai sedang, tetapi belum direkomendasikan untuk kategori berat (Derubies et al)24.
    7. Lain-lain, seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family training)25, pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).
  2. FarmakoterapiSaat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA20. Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja11,20. Farmakoterapi yang sering digunakan:

    1. Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin.Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis9,11.
    2. Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin: fluoksetin dan sertralin.Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja2,22. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila meraka mendapat SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido2.
    3. Litium karbonatObat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar2.
Prognosis
Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7--12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merapukan komplikasi yang sering timbul11,26,27. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik13. Anak yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar3. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1--2 tahun kemudian28.
Kesimpulan
Depresi dapat terjadi pada anak sebagaimana orang dewasa dan insidennya cenderung meningkat sehingga perlu diagnosis dini untuk memperoleh hasil terapi yang efektif. Psikoterapi yang sesuai dengan perkembangan anak merupakan pilihan awal sebelum farmakoterapi.
Criteria for Major Depressive Episode
  1. Five (or more) of the following symptoms have been present during the same 2 weeks period and represent a change from previous functioning; at last one of the symptoms is either (1) depressed mood or (2) loss of interest or pleasure.Note: Do not include symptoms that are clearly due to a general medical condition, or mood-incongruent delusions or hallucinations.

    1. Depressed mood most of the day, nearly every day, as indicated by either subjective report (e.g. feels sad or empty) or observation made by others (e.g. appears tearful). Note: In children and adolescents, can be irritable mood.
    2. Markedly diminished interest or pleasure in all, or almost all, activities most of the day, nearly every day (as indicated by either subjective account or observation made by others).
    3. Significant weight loss when not dieting or weight gain (e.g. a change of more than 5 % of body weight in a month),or decrease or increase in appetite nearly every day. Note: In children, consider failure to make expected weight gains.
    4. Insomnia or hypersomnia nearly every day.
    5. Psychomotor agitation or retardation nearly every day (observable by others, not merely subjective feelings of restlessness or being slowed down).
    6. Fatigue or loss of energy nearly every day.
    7. Feelings of worthlessness or excessive or inappropriate guild (which may be delusional) nearly every day (not merely self reproach or guilt about being sick).
    8. Diminished ability to think or concentrate, or indecisiveness, nearly every day (either by subjective account or as observed by others).
    9. Recurrent thoughts of death (not just fear of dying), recurrent suicidal ideation without a specific plan, or a suicide attempt or a specific plan for committing suicide.
  2. The symptoms do not meet criteria for Mixed Episode.
  3. The symptoms cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.
  4. The symptoms are not due to the direct physiological effects of a substance (e.g. a drug of abuse, a medication) or a general medical condition (e.g. hypothyroidism).
  5. The symptoms are not better accounted for by Bereavement, i.e. after the loss of a loved one, the symptoms persist for longer than 2 months or are characterized by marked functional impairment, morbid preoccupation with worthlessness, suicidal ideation, psychotic symptoms with worthlessness, suicidal ideation, psychotic symptoms, or psychomotor retardation.
Daftar Pustaka
  1. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku saku psikiatri klinik. Terjemahan. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994. h. 26.
  2. Relis VI. Mood Disorders. Dalam: Lewis M, penyunting. Child and adolescent Psychiatry. Philadelphia: Williams & Wilkins, 1991. h. 652-62.
  3. Watkins C. Depression in children and adolescents. Dikutip dari: http://www.baltimorepsych.com/cadepress.htm.
  4. Guan DKS. Childhood behavioral problems and their management. J Pediatr Obstet Gynecol 1997; 11:7-8.
  5. Fassler DA. Childhood Depression. J Am Acad child adolesc psychiatry 1977. Dikutip dari: http://www.aacad.org/whatsnew/fassler.htm.
  6. Mattson A, Diamond JM. Mood disorders in children and adolescents. Dalam : Hoekilman RA, penyunting. Primary pediatric care. Edisi ke-3. New York : Mosby, 1996. h. 818-21.
  7. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebh JA. Sinopsis Psikiatri. Edisi ke-7, Terjemahan. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997. h. 809-17.
  8. Pine DS, Cohen E, Cohen P, Brook J. adolescent depressive symptoms as predictors of adult depression. Am J Psychiatry 1999; 156:133-5.
  9. Hazell P, O'Connell D, Heathcote D, Robertson J, Henry D. Efficacy of tricyclic drugs in treating child and adolescent depression. BMJ 1998; 195:310-6.
  10. Kaplan HI, Sadock BJ. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Terjemahan. Jakarta: Widya Medika, 1998. h. 227-32.
  11. Dahl RE, Brent D. Affective disorders and suicide. Dalam : Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolph's Pediatrics. Edisi ke-20. California : Prentice Hall International Inc, 1996. h.170-2.
  12. Dalton R, Forman MA. Mood disorders. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, Nelson WE, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-15. Philadelphia : Saunders, 1996. h. 84-5.
  13. Weller EB, Weller RA. Depressive disorders in children and adolescent. Dalam: Gasfinkel BD, Carlson GA, Weller EB. Psychiatric disorders in children and adolescents. Philadelphia: Saunders, 1990. h. 3-19.
  14. Gilder M, Gath D, Mayore R. Oxford textbook of psychiatry. Edisi ke-2. New York: ELBS with oxford university press, 1993. h. 217-51.
  15. Thomson C. Mood disorders. Medicine 1996; 3:1-5.
  16. Levitan RD, Parikh SV, Lesage AD, dkk. Major depression in individuals with a history of childhood physical or sexual abuse. Am J Psychiatry 1998; 155:746-52.
  17. Weiss El, Longhurst JG, Mazure CM. Childhood sexual abuse as a risk factor for depression in woman. Am J Psychiatry 1999; 156:816-28.
  18. Sarason IG, Sarason BR. Abnormal psycology. Edisi ke-7. London: Prentice Hall International Inc, 1995. h. 282-307.
  19. Reus VI. Mood disorders. Dalam: Goldman HH. Review of general psychiatry. Edisi ke-4. London: Prentice Hall International Inc, 1995. h. 258-62.
  20. Gray DE. Wing of Madness: A depression guide. Dikutip dari : http://www.wingofmadness.com/children/htm.
  21. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical manual of mental disorders (DSM-IV). Edisi ke-4. Washington: Donnelly & Sons Co, 1994. h.317-45.
  22. Emslie GJ, Mayes TL. Depression in children and adolescents : A Guide to diagnosis and treatment. CNS drugs 1999; 11:181-9.
  23. Harrington R. Whittaker J. Shoebridge P, Campbell F. Systematic review of efficacy of cognitive behavior therapies in childhood and adolescent depressive disorder.BMJ 1998; 316:1559-63.
  24. DeRubeis RJ, Gelfand LA, Tang TZ, Simons AD. Medications versus cognitive behavior therapy for severely depressed outpatients. Am J Psychiatry 1999; 156:1007-13.
  25. Brant DA, Poling K, McKain B, Bangher M. A psychoeducational program for families of affectively ill children and adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry1993; 32:770-4.
  26. Wood ER, Lin YG, Middleman A, dkk. The associations of Suicide attempts in adolescents. Pediatrics 1997; 99:791-6.
  27. Weissman MM, Wolk S, Golgstein RB, dkk. Depressed adolescents grown up. JAMA 1999; 281:1707-13.
  28. Harrington RC. Child Psychiatry. Medicine 1996; 3:29-31.

Comments