CONTOH
LAGENDA,MITOS DAN DONGENG
Nama :
· Andi Nita Indah Sari
· Agustina
· Apriska
· Agung adi
· Saputra
· Robi cahyadi
Kelompok : 1
LEGENDA BATU MENANGIS
Disebuah
bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin
dan seorang anak gadisnya.
Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku
yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan
pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya
harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan,
tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting
tulang mencari sesuap nasi.
Pada suatu
hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar
desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan.
Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan
bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya.
Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian
sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui
bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka
begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa
yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang
yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat
orang bertanya-tanya.
Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya
kepada gadis itu, “Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu
ibumu?”
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh,
mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
“Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?”
“Bukan, bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. ” Ia adalah
budakk!”
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang
menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai
pembantu atau budaknya.
Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu
masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya
sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat
menahan diri. Si ibu berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya
memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini !
Hukumlah dia….”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu
berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu
telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada
ibunya.
” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.
Ibu…Ibu…ampunilah anakmu..” Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon
kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu
akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat
melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis.
Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu
disebut ” Batu Menangis “.
Demikianlah
cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa
kisah itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung
yang telah melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan
mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa
Versi lain
Kelahiran
Putri dan Wulan yang berbeda setengah jam telah memiliki pertanda dari alam.
Putri lahir ditengah cuaca yang mendadak berubah begitu buruk, sementara
adiknya muncul saat cuaca membaik.
Setelah
keduanya mulai tumbuh, barulah kelihatan perbedaan yang mencolok. Wulan
berakhlak lembut, penyabar, dan pengasih sementara si sulung Putri berwatak
buruk nan mencemaskan.
Kuatir
dengan keadaan tersebut, Awang dan Sari memasukkan Putri ke sebuah pesantren
dengan harapan anaknya bisa berubah. Sayang, perilaku Putri justru malah
semakin menjadi tanpa bisa dikendalikan pemilik dan pengasuh pesantren.
Puncaknya
terjadi saat Awang mengunjungi putri suluangnya, keteledoran Putri membuat
gudang dimana ia biasa bermalas-malasan terbakar. Putri sendiri selamat, namun
sang ayah yang berjibaku menyelamatkan buah hatinya harus mengalami cacat fisik
permanen.
Takut bakal
dihukum akibat perbuatannya, Putri melarikan diri dari pesantren dan jatuh ke
perangkat Julig, seorang dukun yang ingin mencari tumbal kepala seorang bocah.
Rupanya,
tumbal tersebut bakal digunakan untuk pembangunan sebuah resort di pinggir
pantai yang dikelola Darwin seorang konglomerat. Beruntung, muncul pasangan jin
penghuni hutan tepi pantai Ranggada dan Sugari yang menyelamatkan Putri
sekaligus membunuh Julig dan Darwin.
Saat Awang
dan Sari dibuat bingung mencari keberadaannya hingga menghabiskan banyak biaya,
Putri malah hidup bersenang-senang di istana jin Ranggada dan Sugari dengan
pekerjaan sebagai pendamping anak tunggal mereka Elok.
Sayangnya
biarpun sudah dimanjakan oleh kedua orangtua angkatnya, kelakuan buruk Putri
yang telah mendarah-daging tidak bisa hilang. Akhirnya suami-istri jin Ranggada
dan Sugari sudah tidak tahan lagi, mereka mengusir Putri keluar dari istana
jin.
Setelah
sempat terlunta-lunta dan nyaris diperkosa pemuda berandal, Putri dipertemukan
juga dengan Awang dan Sari serta adiknya Wulan. Pertemuan tersebut berlangsung
mengharukan karena mereka telah berpisah selama lebih dari 10 tahun.
Lagi-lagi
suasana tentram hanya berlangsung sesaat, Putri kembali berfoya-foya karena
sudah terbiasa bergelimang kemewahan tanpa perduli dengan orangtuanya yang
sudah terancam bangkrut.
Sikapnya
terhadap keluarga juga sangat buruk. Selain memperlakukan Wulan dan sang ibu
seperti pembantu, Putri juga melecehkan sang ayah yang cacat. Bahkan, Awang
yang berusaha membela Wulan malah dicelakai Putri, yang tidak menunjukkan
penyesalan sedikit pun, hingga menemui ajalnya.
Di tengah
kekacauan hidup dan ekonomi keluarga yang semakin morat-marit, apa yang
harusnya terjadi tidak bisa dihindari lagi. Sang ibu akhirnya kehilangan
kesabaran melihat kelakuan Putri. Yang lebih fatal, kemarahan kali ini jauh
lebih parah daripada suami-istri jin Ranggada dan Sugari.
Tanpa sadar
sang ibu mengucapkan sumpah atau kutuk. Akibatnya, Putri langsung menjadi
sebuah patung batu yang terus mengucurkan air bening dari sepasang mata
batunya. Konon, air itu adalah air mata dari penyesalan Putri yang sayangnya
datang terlambat
Mitos
Nyi Roro Kidul
Laut selatan
dipercaya dikuasai oleh sosok Nyi Roro Kidul
Sebagaimana
legenda, mitos, hikayat, dan alkisah, Ratu Laut Selatan, atau yang lebih
dikenal sebagai Nyi Roro Kidul, juga mempunyai awal mula. Ceritanya bukanlah
penuh bahagia. Seperti halnya sinema elektronik, ada masa di mana kita merasa
mengenali jalan sejarahnya. Nampak tidak asing dan sering kita dengar
sebelumnya.
Nyi
Roro Kidul, dikatakan, dahulunya adalah seorang wanita berparas elok bernama
Kadita. Karena kecantikannya, dia sering disebut Dewi Srengenge, yang artinya
Matahari Wangi. Kadita adalah putri Raja Munding Wangi. Walaupun ia berwajah
menawan, duka Raja tak bisa dihilangkan karena mendamba anak lelaki untuk
melanjutkan kepemimpinannya.
Kegundahan
Raja baru hilang setelah ia memperistri Dewi Mutiara. Dari rahim istri barunya,
lahirlah seorang putra. Raja amat bahagia, demikian pula Dewi Mutiara. Dia
memang mengharapkan anaknya menjadi penguasa kerajaan—dan Raja pun merestuinya
sebagai pewaris tahta. Namun, meski demikian, Dewi Mutiara tidak menginginkan
kekuasaan anaknya nanti mendapatkan tandingan. Dan, itu hanya bisa terjadi jika
Kadita tetap tinggal di kerajaan.
Dewi
Mutiara membujuk Raja Munding Wangi untuk mengusir Kadita. Ide ini, tentu saja,
dimentahkannya dengan tinggi nada bicara. Dewi Mutiara tidak membantah,
menggantinya dengan perkataan manis dan menuruti apa pun kehendak sang Raja.
Kemarahan Raja pun berangsur surut, memaafkan Dewi Mutiara—meski kata-katanya
sempat membakar isi dada.
Di
lain pihak, Dewi Mutiara—diam-diam—tidak menerima keputusan suaminya. Dia pun
mengatur rencana agar Kadita terusir dari kerajaan. Esok harinya, ia
mengirimkan inang pengasuh untuk memanggil seorang tukang sihir. Kepadanya
diperintahkan, agar kepada Kadita dikirimkan guna-guna. Penyihir itu pun
menyanggupi.
Singkat
cerita, ketika malam tiba, tatkala Kadita sedang lelap, masuklah angin semilir
ke dalam kamarnya. Angin itu berbau busuk, mirip bau bangkai. Ketika Kadita
terbangun, dia menjerit. Seluruh tubuhnya penuh dengan kudis, bernanah, dan
sangat berbau tidak enak.
Saat
Raja mengetahui penyakit yang menimpa putrinya, ia tahu hal itu pastilah
guna-guna. Dia juga mencurigai istrinyalah pelaku kejahatan itu. Akan tetapi,
bagaimana cara membuktikannya? Namun, kalaupun terbukti, bagaimana dengan
Kadita? Raja harus segera memutuskan nasibnya. Atas desakan Patih, Kadita pun
diasingkan keluar kerajaan agar tidak menjadi aib keluarga.
Maka,
pergilah Kadita seorang diri. Hatinya remuk redam. Air matanya berleleran.
Tetapi, dia tetap tak mau menyumpahi orang-orang yang mencelakainya. Ia masih
ingat ajaran neneknya, bahwa mendendam dan membenci bukanlah sikap yang
istimewa.
Siang
dan malam Kadita berjalan. Tanpa arah, tanpa tujuan. Pada hari-7, ia tiba di
pantai Selatan. Ketika berdiri memandang luasnya samudera, ia mendengar suara
yang memanggilnya. Menyuruhnya menceburkan diri ke dalam laut. Saat Kadita
mengikuti petunjuk suara itu, kala Kadita tersentuh air laut, tubuhnya pulih
kembali. Semua penyakitnya hilang. Kadita pun menjelma cantik seperti
sediakala. Tidak hanya itu, ia segera menguasai seluruh lautan dan isinya,
mendirikan kerajaan yang megah, kokoh, indah, dan berwibawa.
Namun,
mitos ini sudah disikapi berlebihan oleh sebagian Muslim, terutama di
Indonesia. Sehingga yang berkembang adalah perilaku-perilaku syirik di tengah
masyarakat.
Pertama,
di daerah pantai Pelabuhan Ratu, persisnya Karang Hawu, ada sebuah persinggahan
Ratu Pantai Selatan. Di komplek ini, kita dapat menyaksikan dua ruangan besar
yang berisi beberapa makam “spesial”. Makam itu dipercaya sebagai makan Eyang
Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta, dan Eyang Syeh Husni Ali. Yang unik,
ruangan ini dihiasi dengan gambar-gambar Nyi Roro Kidul.
Kedua,
sedekah laut. Setiap tahunnya, nelayan pantai selatan Jawa memberikan sejumlah
persembahan pada Ratu Laut Kidul agar mereka dilindungi dari bahaya, sekaligus
mengharap perbaikan penghasilan. Untuk melakukannya, digelarlah sebuah upacara
khusus—selain di pantai Pelabuhan Ratu—di Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap,
Sakawayana dan sebagainya. Selain upacara ini, pada waktu-waktu tertentu, ada
juga tradisi lainnya untuk Ratu Kidul sebagai wujud rasa terima kasih para
nelayan kepadanya.
Ketiga,
tari Bedaya Ketawang. Dari keyakinan masyarakat mengenai hubungan asmara
Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul, dibuatlah tarian ini pada masa Sunan
Pakubuwanan I, tepatnya dari Keraton Kasunanan Surakarta. Tarian Bedaya
Ketawang sendiri dibawakan setiap tahun sebagai persembahan, di mana Sunan
duduk menyaksikannya di samping kursi kosong—yang disediakan bagi Kanjeng Ratu
Kidul.
Keempat,
larangan berpakaian hijau. Nyi Roro Kidul diyakini masyarakat kerap “mengambil”
orang-orang yang berpakaian hijau yang berada di wilayahnya. Tujuannya untuk
dijadikan pembantu atau prajurit di bawah laut. Karena itulah, mengutip
Wikipedia Indonesia, pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di
Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta,
hingga Semenanjung Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak
mengenakan pakaian berwarna yang Nyi Roro Kidul suka.
Kelima,
ruang-ruangan spesial di sejumlah hotel. Masih menurut Wikipedia Indonesia,
pemilik hotel yang didirikan di pantai selatan Jawa dan Bali, mengalokasikan
kamar istimewa untuk Kanjeng Ratu Kidul. Yang paling populer adalah kamar 327
dan 2401, Hotel Grand Bali Beach. Mengenai kamar 327, ia menjadi satu-satunya
kamar hotel yang tidak terbakar pada peristiwa kebakaran besar di bulan
Januari, 1993. Setelah pemugaran, Kamar 327 dan 2401 selalu dirawat, diberi
hiasan ruangan dengan warna hijau, diberi suguhan (sesaji) setiap hari, namun
tidak untuk dihuni—sebab khusus dipersembahkan bagi Ratu Kidul. Hal yang sama
juga dilakukan di Hotel Samudra Beach di Pelabuhan Ratu, persisnya di kamar
308. Di dalam ruangan ini terpajang beberapa lukisan Kanjeng Ratu Kidul karya
pelukis Basoeki Abdullah. Di Yogyakarta, Hotel Queen of The South, di dekat
Parangtritis, juga mereservasi Kamar 33, khusus bagi Kanjeng Ratu.
DONGENG
CINDERELLA
Pada zaman dahulu ada seorang gadis yang sangat cantik. Ibunya telah meninggal
dunia. Tidak berapa lama selepas kematian ibunya itu, ayahnya berkahwin dengan
seorang janda yang mempunyai dua orang anak. Ibu tirinya itu sangat garang.
Begitu juga dengan kedua orang kakak tirinya. Ayahnya pula selalu keluar bandar
untuk berdagang.
Setiap hari dia diperintah oleh ibu tiri dan kedua orang kakak tirinya supaya
membuat kerja rumah. Cinderella merasa amat sedih mengenangkan nasib yang
melanda dirinya. Tiada tempat untuknya mengadu.
Wajahnya yang cantik itu
menjadi comot kerana terlalu banyak membuat kerja dan tidak sempat hendak
mengemaskan dirinya. Sedangkan kedua orang kakak tirinya itu hanya tahu
bersolek, berpakaian cantik dan berjalan-jalan. Kerana pakaian dan wajahnya
yang sentiasa comot itu, kedua orang kakaknya menggelar dia Cinderella.
Pada suatu hari
putera raja telah membuat pengumuman akan mengadakan majlis tari-menari di
istana. Semua gadis di dalam negeri itu dijemput menghadiri majlis tersebut.
Kedua orang kakak tiri Cinderella yang hodoh itu mengambil keputusan hendak
menyertai majlis itu.
Oleh kerana mereka
tiada baju yang cantik, ibu tiri mereka mengarahkan Cinderella menjahit baju
baru untuk kedua-dua orang kakak tirinya itu. Kedua-dua helai baju kakaknya itu
dijahit oleh Cinderella. Setelah baju itu siap, kedua kakaknya saling bertekak
mengatakan dia yang paling cantik.
“Aku akan memakai
baju baldu berwarna merah dengan manik-manik yang cantik. Aku juga akan memakai
rantai mutiara yang berwarna putih. Tentu aku kelihatan cantik.”
“Baju aku lebih
cantik dari baju engkau!” kata kakak kirinya yang kedua. “Bajuku dipenuhi
dengan labuci dan manik. Rantai leherku zamrud berwarna hijau. Sudah tentu aku
lebih cantik daripada kau dan dapat menawan hati putera raja!”. “Kau tak akan
dapat berkahwin dengan putera raja,” kata kakak tirinya itu sambil tertawa
kepada Cinderella.
Cinderella merasa
sedih mendengar kata-kata kakak tirinya itu. Kedua orang kakak tirinya itu
tergesa-gesa pergi sambil terus sambil mentertawakan Cinderella. Setelah kedua
orang kakak dan ibu tirinya pergi Cinderella duduk sendirian di dapur. Dia
menangis mengenang nasibnya yang malang. Tiba-tiba dia terkejut kerana melihat
sebutir cahaya berkelip-kelip tidak jauh darinya. Dari cahaya yang semakin
membesar itu keluar seorang pari-pari yang cantik.
“Siapakah kau? Dari
manakah kau datang?” tanya Cinderella sambil mengesat air matanya.
"Aku adalah
pari-pari pengasuh kau,” jawab pari-pari yang cantik itu. “Sekarang beritahu
aku adakah kau ingin pergi ke majlis putera raja di istana?”
“Ya, aku sangat ingin
pergi ke majlis tu,” jawab Cinderella. Aku ingin bertemu dengan putera raja.”
“Aku boleh tunaikan
permintaan kau itu,” jawab pari-pari itu lagi. Tapi ada syarat-syaratnya. Kau
harus buat apa yang aku suruh.”
“Baiklah,” jawab
Cinderella bersetuju.
“Mula-mula pergi ke
kebun dan ambil buah labu yang palihg besar,” kata pari-pari itu. Cinderella
terus berlari masuk ke dalam kebun lalu mengambil labu yang paling besar. Dia
segera membawa labu itu masuk ke dalam taman. Pari-pari itu menyentuh labu itu
dengan tongkat sakti. Tiba-tiba sesuatu yang ajaib pun berlaku. Labu itu
menjadi kereta kuda yang cantik dan besar. Didalamnya terdapat kerusi baldu
yang cantik, dihiasi langsir yang bewarna keemasan.
Cinderella memandang
kereta kuda itu dengan rasa takjub dan kagum.
“Sekarang, bawakan
aku enam ekor tikus,” kata pari-pari itu lagi. Cinderella segera masuk ke
dapur. Dia mencari dibawah dapur dan dibelakang pintu. Tidak lama kemudian dia
pun membawa enam ekor tikus di depan pari-pari itu. Tikus itu telah ditukarkan
oleh pari-pari menjadi enam ekor kuda yang akan menarik kereta kuda itu.
“Kita telah memiliki
kereta kuda untuk membawa kau ke istana. Sekarang aku perlukan seekor lagi
tikus untuk menjadi pengiring dan pembantu kereta kuda.” Cinderella masuk ke
dapur untuk mencari seekor lagi tikus. Setelah dia dapat menangkap tikus itu
dengan segera diserahkannya tikus itu kepada pari-pari itu.
Kini kereta kuda itu
telah lengkap dengan pemandunya yang berpakaian kemas dan cantik. “Sekarang kau
boleh pergi ke majlis itu dan menemui putera raja!” kata pari-pari.
“Tapi bagaimana? Aku
tidak boleh masuk ke dalam istana. Pakaianku buruk dan compang-camping. Tentu
pengawal istana akan menghalau aku keluar.”
Pari-pari itu
menyentuh Cinderella dengan tongkat saktinya. Serta-merta bajunya bertukar
menjadi cantik. Rambut dan mukanya juga cantik berseri. “Dan inilah pemberian
yang terakhir,” kata pari-pari itu lalu menyerahkan sepasang kasut emas yang
cantik yang tidak pernah dibayangkan oleh Cinderella selama ini.
Cinderella merasa
sangat gembira. Dia lalu memeluk pari-pari itu. Bila dia melangkah masuk ke
dalam kereta kuda, pari-pari itu berpesan kepadanya. “Berjanjilah, kau akan
pulang sebelum pukul dua belas tengah malam, anakku. Kerana di saat itu
semuanya akan kembali kepada asalnya.”
Cinderella berjanji
akan pulang sebelum dua belas tengah malam. Kereta itu dengan pantas berlari
menuju ke istana. Apabila dia sampai didepan pintu istana, pengawal dengan
hormat menyambut ketibaannya. Dia diiringi ke dewan istana. Di situ majlis
tarian telah dimulakan. Semua orang yang berada di dewan itu memandang ke
arahnya. Mereka sangat hairan melihat seorang gadis yang sangat cantik. Kedua
orang kakak tirinya juga kehairanan.
Putera raja datang
kepadanya lalu memimpin tangannya. Putera raja mengajaknya menari. Mereka
menari sepanjang malam. Putera raja hanya mahu menari dengan Cinderella. Putera
itu sangat tertarik dengan Cinderella. Tiada sesiapa di situ kenal padanya dan
mereka semuanya merasa hairan dan kagum.
Raja dan permaisuri
yang berada di atas singgahsana merasa kagum melihat kecantikan Cinderella.
Cinderella pula hampir lupa pada dirinya dan janjinya pada pari-pari itu.
Cinderella terkejut
bila menyedari setengah jam lagi menunjukkan pukul dua belas tengah malam. Dia
mengucapkan selamat tinggal kepada putera raja dan meninggalkan istana. Sebaik
sahaja dia sampai di rumah jam telah menunjukkan pukul dua belas tengah malam.
Setelah berehat dari
kepenatan Cinderella mendapati kedua kakak tirinya pun pulang. Mereka asyik
bercerita mengenai puteri yang sangat cantik yang tidak dikenali itu. “Putera
raja telah jatuh hati kepadanya,” kata kakak tirinya yang tua. “Putera raja
sanggup berbuat apa sahaja untuk mengetahui namanya dan di mana dia tinggal.”
Cinderella tersenyum
mendengar kata-kata kedua orang kakak tirinya yang hodoh itu. “Adakah dia
benar-benar kelihatan cantik?” tanya Cinderella. “Betapa beruntungnya kakak
dapat melihat puteri itu.”
Cinderella tidak
berkecil hati kerana dia akan pergi menemui putera itu pada malam esoknya. Pada
keesokan harinya kedua orang kakak tirinya sibuk bersiap-siap hendak pergi ke
istana. Pari-pari pengasuh Cinderella sampai sebaik sahaja kedua orang kakak
tirinya itu pergi ke istana. Dia menggunakan tongkat saktinya lalu menukarkan
pakaian Cinderella lebih cantik dari malam pertama.
Putera raja ternyata
telah jatuh cinta pada Cinderella. Dia menunggu dan menyambut kedatangan
Cinderella di depan pintu istana.
Cinderella hampir
lupa pada dirinya kerana terlalu gembira. Dia tidak pernah merasa bahagia
seperti itu sebelum ini. Masa berlalu dengan cepat tidak disedarinya waktu
sudah pun dua belas tengah malam. Dia terkejut dan segera berlari pulang.
Cinderella takut
pakaian cantik akan bertukar menjadi buruk dan kereta kudanya bertukar menjadi
tikus kembali. Dia berlari keluar dan mendapati kereta kudanya telah bertukar.
Cinderella berlari pulang dengan termengah-mengah.
Putera itu mengejar
Cinderella dari belakang. Ketika menuruni tangga, kasut emas Cinderella telah
tercabut. Tapi Cinderella tidak menyedarinya. Putera raja mengambil kasut itu.
Bila kakak tirinya pulang ke rumah mereka sibuk bercerita. Putera jelita itu
telah tertinggal kasut emasnya di istana dan ditemui oleh putera raja.
Pada awal pagi
esoknya raja membuat pengumuman. Gadis yang mempunyai kaki yang sesuai dengan
saiz kasut emas itu akan dijadikan isteri puteranya. Dia telah memerintahkan
pengawalnya membawa kasut itu ke semua rumah di negeri itu untuk dicuba. Tapi
tidak seorangpun yang dapat memakainya. Akhirnya pengawal istana itu tiba di
rumah Cinderella.
Kedua-dua orang kakak
tiri Cinderella sangat gembira hendak mencuba. Bila dia cuba memakai kasut itu
dia menjadi marah. “Kenapa tidak muat?” kata kakak tirinya yang pertama. “Kaki
aku kelihatan kecil sahaja!” rungutnya.
“Biar aku cuba,” kata
kakak tirinya yang kedua. Bila kakak tirinya yang kedua memakainya, kasut itu
jauh lebih besar hingga dia tidak boleh berjalan.
“Aku yakin kasut itu
sesuai dengan aku tapi mengapa ia menjadi lebih besar dari kaki aku!”
“Adakah sesiapa lagi
di dalam rumah ini yang hendak mencuba kasut ini?” tanya pengawal istana kepada
kedua orang kakak tiri Cinderella. “Memang tidak ada sesiapa lagi,” jawab
mereka.
Pengawal iatana itu
terpandang Cinderella yang berada di situ. Hatinya berkata gadis itu cantik tapi
pakaiannya compang-camping. Dia pun memanggil Cinderella untuk mencuba. Sebaik
sahaja kasut itu tersarung dikakinya, ianya amat sesuai sekali membuat kedua
orang kakak tirinya terkejut besar.
Disaat itu juga
pari-pari muncul dihadapan mereka dengan tersenyum. Dia pun menyentuh
Cinderella dengan tongkat saktinya lalu menukar pakaian Cinderella.
Kakak tiri Cinderella
merasa marah dan cemburu. Pari-pari itu pun membawa dia ke kereta kuda yang
sedia menanti.
Kereta kuda itu pun
bergerak pergi menuju ke istana. Putera raja sangat gembira apabila akhirnya
gadis kesayangannya ditemui. Keesokan harinya mereka pun berkahwin dan hidup
aman damai.
Cinderella tidak
pernah melupakan kedua orang kakak tirinya lalu mengajak mereka tinggal
bersamanya di istana. Tidak berapa lama kemudian kedua orang kakak tirinya pun
berkahwin dengan orang kaya. Mereka tidak lagi sombong dan bodoh. Lama-kelamaan
mereka juga kelihatan cantik dan berbudi bahasa.
Comments
Post a Comment